Tanggal 5 Juni 2013 merupakan tanggal pencoblosan untuk memilih Bupati untuk daerah Kabupaten Jombang dimana saya tinggal. Ada banyak cerita yang memeriahkan pemilihan umum tersebut sejak beberapa bulan sebelumnya. Mulai dari kemeriahan bendera-bendera dijalanan, baliho besar yang bertebaran dimana-mana. Seperti sebuah pesta yang semarak yang digelar besar-besaran. Ini bukan cerita tentang semarak pesta demokrasi, bukan juga cerita yang pro dengan pemilihan umum.
Saya sendiri telah ikut mencoblos beberapa kali, mulai dari pemilihan Kepala Desa, Bupati hingga Presiden. Namun sedikit rasa bangga telah ikut memilih mereka, bukan menyesal melainkan tidak merasakan kontribusi yang berarti. Kontribusi yang saya lihat dengan mata kepala justru ketika seseorang dipilih, baik ataupun buruk kinerja mereka, adalah kontribusi untuk diri mereka. Keluarga sekampung ikut meramaikan politik, kekayaan yang bertambah. Apakah pejabat hanya dijadikan ajang mencari kerja? (maaf kalo saya mengira bahwa tujuan utamanya adalah melayani )
Kembali ke urusan pemilu, saya tidak tahu pasti aturan kampanye yang diberlakukan. Tapi kampanye yang dilakukan sebagian besar dari peserta audisi menjadi orang nomer satu di tingkat daerah ataupun negara sungguh tidak menjaga yang namanya estetika. Bahkan berbulan-bulan sebelum pemilihan pun sudah sangat banyak terpampang foto mereka mengurai senyum hingga memperlihatkan gigi putih mereka. Selebaran ditempel disembarang tempat. Inikah pesta demokrasi?
Apa sih yang bagus dari demokrasi jika seperti ini? Justru dalam agamaku hal ini tidak patut. Ketika hukum yang diatur oleh Tuhan ditolerir oleh hukum buatan manusia.
Pemilu, siapa yang mencoblos dan siapa yang tidak?
Saya sendiri telah ikut mencoblos beberapa kali, mulai dari pemilihan Kepala Desa, Bupati hingga Presiden. Namun sedikit rasa bangga telah ikut memilih mereka, bukan menyesal melainkan tidak merasakan kontribusi yang berarti. Kontribusi yang saya lihat dengan mata kepala justru ketika seseorang dipilih, baik ataupun buruk kinerja mereka, adalah kontribusi untuk diri mereka. Keluarga sekampung ikut meramaikan politik, kekayaan yang bertambah. Apakah pejabat hanya dijadikan ajang mencari kerja? (maaf kalo saya mengira bahwa tujuan utamanya adalah melayani )
Kembali ke urusan pemilu, saya tidak tahu pasti aturan kampanye yang diberlakukan. Tapi kampanye yang dilakukan sebagian besar dari peserta audisi menjadi orang nomer satu di tingkat daerah ataupun negara sungguh tidak menjaga yang namanya estetika. Bahkan berbulan-bulan sebelum pemilihan pun sudah sangat banyak terpampang foto mereka mengurai senyum hingga memperlihatkan gigi putih mereka. Selebaran ditempel disembarang tempat. Inikah pesta demokrasi?
Apa sih yang bagus dari demokrasi jika seperti ini? Justru dalam agamaku hal ini tidak patut. Ketika hukum yang diatur oleh Tuhan ditolerir oleh hukum buatan manusia.
Pemilu, siapa yang mencoblos dan siapa yang tidak?
sipppp
ReplyDeletemenurut kamu gimana kawan?
Delete