Di Dusun Batu Ampar ini terdapat makam yang dikeramatkan oleh warga, bahkan banyak wisatawan dari luar pulau datang berduyun-duyun untuk berziarah dimakam keramat ini. Asal mula nama dusun itupun banyak yang tidak mengetahui, hanya saja warga menetapkan nama dusun itu sebagai Batu Ampar.
Adapun filosofi asal mula adanya makam batu ampar bermula dari kisah Syekh Abdul Manan ( Buju’ Kosambi ) Beliau pergi mengasingkan diri dan menjauh dari kekuasaan Raja Bangkalan. Hari demi hari dilaluinya dengan sengsara dan penuh penderitaan. Beliau sangat terpukul sekali kehilangan orang yang sangat dikasihinya. Hingga akhirnya beliau sampai disebuah hutan lebat ditengah perbukitan diwilayah Batu ampar (Kabupaten Pamekasan).
Dihutan inilah akhirnya beliau bertapa atau bertirakat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam melaksanakan hajatnya beliau memilih tempat dibawah Pohon Kosambi. Konon tapa beliau ini berlangsung selama 41 tahun. Saat memulai pertapaan itu beliau berumur 21 tahun. Hingga akhirnya beliau ditemukan oleh seorang gadis anak dari penduduk desa setempat yang sedang mencari kayu dihutan.
Bermula dari pertemuan itu akhirnya Syekh abdul Manan dibawa kerumahnya dan keduanya mendapatkan kesepakan antara orang tua si anak tersebut untuk menikahkan Syekh abdul Manan dengan putrinya. Istrinya yang merupakan anak sulung menderita penyakit kulit yang tak kunjung sembuh. Anehnya di hari ke 41 terjadi sebuah kejaiban pada pernikahan mereka, konon saat itu juga sang istri yang semula menderita penyakit kulit tiba-tiba sembuh seketika. Bahkan kulitnya bertambah putih bersih dan cantik jelita, sampai-sampai kecantikannya tersiar kemana-mana.
Konon kabarnya juga bahwa Raja Sumenep mengagumi dan tertarik akan kecantikan istri Syekh Abdul manan ini. Dari pernikahan ini, beliau dikarunia seorang putra yang bernama Taqihul Muqadam, kemudian menyusul pula putra kedua yang diberi nama Basyaniah. Setelah bertahun-tahun menjalankan tugasnya sebagai Khalifah, akhirnya beliau wafat dengan meninggalkan dua orang putra. Jenazahnya dimaqamkan di Batu Ampar dan terkenal dengan julukan Buju’ Kosambi. Dan putra pertama beliau juga saat wafat jenazahnya dikebumikan didekat pusaranya.
Syekh Basyaniah ( Buju’ Tumpeng ) Putra kedua Syekh Abdul manan yang bernama Basyaniah inilah yang mengikuti jejak ayahanda. Beliau senang bertapa dan cenderung menjauhkan diri dari pergaulan dengan masyarakat. Dan beliau juga selalu menutupi karomahnya. Ketertutupan beliau ini semata-mata bertujuan untuk menjaga keturunannya kelak dikemudian hari agar menjadi insan kamil atau manusia sempurna dan sholeh melebihi diri beliau serta menjadi khalifah yang arif dimuka bumi.
Dalam menjalani hajatnya beliau bertapa dan memilih tempat disuatu perbukitan yang terkenal dengan nama Gunung Tompeng yakni suatu bukit sepi dan sunyi yang penuh dengan tanda-tanda kebesaran Ilahi. Bukit tersebut terletak kurang lebih 500 m arah barat daya (antara Barat-Selatan) dari Desa batu Ampar. Saat wafatnya beliau meninggalkan seorang putra yang bernama Su’adi atau terkenal dengan sebutan Syekh Abu Syamsudin dan mendapat julukan Buju’ Latthong. Sedang jenazah Syekh Basyaniah dikebumikan berdekatan dengan pusara Ayahanda. Beliau akhirnya mendapat julukan Buju’ Tumpeng.
Silsilah kehidupan Syekh Abdul Manan dan keturunannya tidak banyak diketahui oleh masyarakat sebelumnya hingga salah satu keturunannya terdahulu menulis kisah asal mula makam batu ampar dan keturunannya yang melanjutkan ajaran dari pendahulunya.
Adapun filosofi asal mula adanya makam batu ampar bermula dari kisah Syekh Abdul Manan ( Buju’ Kosambi ) Beliau pergi mengasingkan diri dan menjauh dari kekuasaan Raja Bangkalan. Hari demi hari dilaluinya dengan sengsara dan penuh penderitaan. Beliau sangat terpukul sekali kehilangan orang yang sangat dikasihinya. Hingga akhirnya beliau sampai disebuah hutan lebat ditengah perbukitan diwilayah Batu ampar (Kabupaten Pamekasan).
Dihutan inilah akhirnya beliau bertapa atau bertirakat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam melaksanakan hajatnya beliau memilih tempat dibawah Pohon Kosambi. Konon tapa beliau ini berlangsung selama 41 tahun. Saat memulai pertapaan itu beliau berumur 21 tahun. Hingga akhirnya beliau ditemukan oleh seorang gadis anak dari penduduk desa setempat yang sedang mencari kayu dihutan.
Bermula dari pertemuan itu akhirnya Syekh abdul Manan dibawa kerumahnya dan keduanya mendapatkan kesepakan antara orang tua si anak tersebut untuk menikahkan Syekh abdul Manan dengan putrinya. Istrinya yang merupakan anak sulung menderita penyakit kulit yang tak kunjung sembuh. Anehnya di hari ke 41 terjadi sebuah kejaiban pada pernikahan mereka, konon saat itu juga sang istri yang semula menderita penyakit kulit tiba-tiba sembuh seketika. Bahkan kulitnya bertambah putih bersih dan cantik jelita, sampai-sampai kecantikannya tersiar kemana-mana.
Konon kabarnya juga bahwa Raja Sumenep mengagumi dan tertarik akan kecantikan istri Syekh Abdul manan ini. Dari pernikahan ini, beliau dikarunia seorang putra yang bernama Taqihul Muqadam, kemudian menyusul pula putra kedua yang diberi nama Basyaniah. Setelah bertahun-tahun menjalankan tugasnya sebagai Khalifah, akhirnya beliau wafat dengan meninggalkan dua orang putra. Jenazahnya dimaqamkan di Batu Ampar dan terkenal dengan julukan Buju’ Kosambi. Dan putra pertama beliau juga saat wafat jenazahnya dikebumikan didekat pusaranya.
Syekh Basyaniah ( Buju’ Tumpeng ) Putra kedua Syekh Abdul manan yang bernama Basyaniah inilah yang mengikuti jejak ayahanda. Beliau senang bertapa dan cenderung menjauhkan diri dari pergaulan dengan masyarakat. Dan beliau juga selalu menutupi karomahnya. Ketertutupan beliau ini semata-mata bertujuan untuk menjaga keturunannya kelak dikemudian hari agar menjadi insan kamil atau manusia sempurna dan sholeh melebihi diri beliau serta menjadi khalifah yang arif dimuka bumi.
Dalam menjalani hajatnya beliau bertapa dan memilih tempat disuatu perbukitan yang terkenal dengan nama Gunung Tompeng yakni suatu bukit sepi dan sunyi yang penuh dengan tanda-tanda kebesaran Ilahi. Bukit tersebut terletak kurang lebih 500 m arah barat daya (antara Barat-Selatan) dari Desa batu Ampar. Saat wafatnya beliau meninggalkan seorang putra yang bernama Su’adi atau terkenal dengan sebutan Syekh Abu Syamsudin dan mendapat julukan Buju’ Latthong. Sedang jenazah Syekh Basyaniah dikebumikan berdekatan dengan pusara Ayahanda. Beliau akhirnya mendapat julukan Buju’ Tumpeng.
Silsilah kehidupan Syekh Abdul Manan dan keturunannya tidak banyak diketahui oleh masyarakat sebelumnya hingga salah satu keturunannya terdahulu menulis kisah asal mula makam batu ampar dan keturunannya yang melanjutkan ajaran dari pendahulunya.
kunjungan gan.,.
ReplyDeletebagi" motivasi.,.
Orang miskin bukanlah seseorang yang tidak mempunyai uang,
tapi ia yang tidak memiliki sebuah mimpi.,
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,
terimakasih atas kunjungannya...
Delete